Memilih obat turun panas dan analgesik untuk anak-anak





Beberapa waktu lalu prof zullies,Apt Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada (UGM) dan Dosen Universitas Islam Indonesia (UII)  jogjakarta mendapat pertanyaan dari seorang pembaca blognya, di kutipkan sesuai aslinya :
First choice nyeri dan demam kan parasetamol. yang paling aman juga parasetamol. Tapi kenapa di obat demam untuk anak seperti bodrexin, contrexyn, inzana, isinya aspirin dan glisin semua? kalau apoteker ingin memilihkan obat demam untuk anak, pilih sirup yang isinya parasetamol atau obat2 tadi yang (diiklankan) memang untuk anak2?
Kemudian disambung oleh yang lain dengan postingan berita di Kompas seperti ini:

JAKARTA, KOMPAS.com – Sebuah riset independen Retail Audit Nielsen, Indonesia Urban mengungkapkan bahwa sekitar 70 persen konsumsi obat penurun demam anak di wilayah perkotaan di Indonesia adalah mengandung asam asetilsalisilat (acetyl salicylic acid). Asam asetilsalisilat adalah jenis bahan aktif yang tidak sesuai untuk konsumsi anak-anak karena diduga dapat menyebabkan sindroma Reye.
Inilah Penjelasan Prof.Zullies….

Well, kawan….. Ada apa dengan asam asetil salisilat atau asetosal? Apa benar bukan pilihan yang tepat untuk obat penurun panas atau penghilang nyeri pada anak-anak? Aku pernah menulis di blog ini tentang bagaimana memilih analgesik yang pas… (bisa dilihat di sini). Tapi tulisan itu masih agak luas, yaitu menguraikan berbagai jenis obat penghilang rasa sakit dan radang. Asetosal  termasuk obat yang banyak dipakai untuk mengatasi radang, sakit, dan demam. Nah, tulisan kali ini akan menyoroti asetosal saja, dan ada sedikit tambahan tentang parasetamol.
Bagaimana kerja asetosal sebagai obat turun panas dan penghilang nyeri (analgesik)?

Asam asetil salisilat atau asetosal banyak dijumpai dalam berbagai nama paten, salah satunya yang terkenal adalah Aspirin. Seperti halnya obat-obat analgesik yang lain, ia bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin. Prostaglandin sendiri adalah suatu senyawa dalam tubuh yang merupakan mediator nyeri dan radang/inflamasi. Ia terbentuk dari asam arakidonat pada sel-sel tubuh dengan bantuan enzim cyclooxygenase (COX). Dengan penghambatan pada enzim COX, maka prostaglandin tidak terbentuk, dan nyeri atau radang pun reda.
Prostaglandin juga merupakan senyawa yang mengganggu pengaturan suhu tubuh oleh hipotalamus sehingga menyebabkan demam. Hipotalamus sendiri merupakan bagian dari otak depan kita yang berfungsi sebagai semacam “termostat tubuh”, di mana di sana terdapat reseptor suhu yang disebut termoreseptor. Termoreseptor ini menjaga tubuh agar memiliki suhu normal, yaitu 36,5 – 37,5 derajat Celcius.

Pada keadaan tubuh sakit karena infeksi atau cedera sehingga timbul radang, dilepaskanlah prostaglandin tadi sebagai hasil metabolisme asam arakidonat. Prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus, di mana hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini disebabkan karena termostat tadi menganggap bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Adanya perubahan suhu tubuh di atas normal karena memang “setting” hipotalamus yang mengalami gangguan oleh mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam. Karena itu, untuk bisa mengembalikan setting termostat menuju normal lagi, perlu menghilangkan prostaglandin tadi dengan obat-obat yang bisa menghambat sintesis prostaglandin.

Efek samping asetosal?
Selain memiliki efek utama sebagai obat anti radang dan turun panas, asetosal memiliki beberapa efek lain sebagai efek samping.  Efek samping yang pertama adalah asetosal dapat mengencerkan darah. Kok bisa? Ya…., karena asetosal bekerja secara cukup kuat pada enzim COX-1 yang mengkatalisis pembentukan tromboksan dari platelet, suatu keping darah yang terlibat dalam proses pembekuan darah. Penghambatan sintesis tromboksan oleh asetosal menyebabkan berkurangnya efek pembekuan darah. Sehingga, asetosal bahkan dipakai sebagai obat pengencer darah pada pasien-pasien pasca stroke untuk mencegah serangan stroke akibat tersumbatnya pembuluh darah.

Apa implikasinya? Karena dia memiliki efek pengencer darah, maka tentu tidak tepat jika digunakan sebagai obat turun panas pada demam karena demam berdarah. Bayangin,… pada demam berdarah kan sudah ada risiko perdarahan karena berkurangnya trombosit, kok mau dikasih asetosal yang juga pengencer darah…. Apa ngga jadi tambah berdarah-darah tuh….. !!
Efek samping yang kedua dari asetosal atau Aspirin, dan sering menimpa anak-anak, adalah terjadinya  Sindrom Reye, suatu penyakit mematikan yang menganggu fungsi otak dan hati. Gejalanya berupa muntah tak terkendali, demam, mengigau dan tak sadar. Banyak studi telah menunjukkan adanya hubungan antara kejadian syndrome Reye pada anak-anak dengan penggunaan aspirin. Memang sih, angka kejadiannya tidak terlalu banyak, tapi sekali terjadi akibatnya sangat fatal. Sehingga, aspirin direkomendasikan untuk tidak digunakan sebagai turun panas pada anak-anak.

Efek samping asetosal yang ketiga sama dengan obat analgesik golongan AINS lainnya, adalah gangguan lambung, dan pernah dibahas di posting ini.
Hmm…. efek samping berikutnya adalah risiko kekambuhan asma bagi mereka yang punya riwayat asma. Aspirin atau asetosal termasuk salah satu analgesik yang sering dilaporkan memicu kekambuhan asma, sehingga perlu hati-hati juga untuk pasien yang punya riwayat asma.
Kekuatiran lain dari penggunaan asetosal adalah seringkali mereka ditampilkan dalam bentuk seperti permen jeruk. Okelah,…. memang tujuannya supaya anak tidak merasa sedang minum obat, karena seperti makan permen. Tapi justru bisa jadi, karena dianggap permen, anak-anak bisa minta lebih dari dosis yang seharusnya. Jika menyimpannya tidak hati-hati, anak-anak bisa cari sendiri “permen” tadi dan mengkonsumsinya tanpa sepengetahuan ortunya. Sehingga bisa dibayangkan jika asetosal dikonsumsi dalam dosis lebih dari seharusnya…..
Wah, lalu gimana dong?

Obat pilihan untuk turun panas pada anak-anak
Sampai sejauh ini, obat pilihan untuk analgesik dan antipiretik (turun panas) pada anak-anak masing dipegang oleh parasetamol. Obat ini relatif aman dari efek samping seperti yang dijumpai pada aspirin jika dipakai dalam dosis terapi yang normal. Efek sampingnya berupa gangguan hati/liver dapat terjadi hanya jika dipakai dalam dosis yang relatif besar (> 4 gram sehari). Namun perlu diketahui bahwa parasetamol tidak memiliki efek anti radang seperti aspirin atau analgesik OAINS lainnya.

Mengapa parasetamol relatif lebih aman dari efek samping?
Yups….. ada sedikit perbedaan mekanisme aksi parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik. Ternyata, selain ada enzim siklooksigenase COX-1 dan COX-2 yang mengkatalisis pembentukan prostaglandin di jaringan, ada pula COX-3, yang lebih banyak terdapat di otak dan sistem saraf pusat. Nah, parasetamol ini ternyata lebih spesifik menghambat COX-3 yang ada di otak tadi, sehingga menghambat produksi prostaglandin yang akan mengacau termostat di hipotalamus tadi. Kerja ini menghasilkan efek menurunkan demam. Selain itu, karena prostaglandin juga terlibat dalam menurunkan ambang rasa nyeri, maka penghambatan prostaglandin dapat memberikan efek anti nyeri atau analgesik. Karena spesifik pada COX-3, tidak menghambat COX-2, maka efeknya sebagai anti radang di jaringan jadi kecil. Di sisi lain, karena juga tidak menghambat COX-1, maka efeknya terhadap gangguan lambung juga kecil karena tidak mempengaruhi produksi prostaglandin jaringan yang dibutuhkan untuk melindungi mukosa lambung. Juga tidak memiliki efek mengencerkan darah. Jadilah,… parasetamol relatif aman terhadap efek samping lambung, perdarahan, asma, dan juga syndrom Reye, dan merupakan pilihan yang aman dan tepat untuk obat turun panas dan analgesik pada anak-anak.

Demikianlah kira-kira pemilihan obat analgesik dan antipiretika yang tepat untuk anak-anak. Semoga bermanfaat.
sumber : prof.zullies,Apt blog’s

Komentar