Secara kimia, efedrin menunjukkan isomerisme optikal dan memiliki dua pusat kiral, sehingga menghasilkan 4 stereoisomer… Aduuh, bahasane kimia banget…. Pasangan enantiomer dengan stereokimia (1R, 2S dan 1S,2R) adalah efedrin, sedangkan yang berstereokimia (1R,2R dan 1S, 2S) adalah pseudoefedrin. Isomer yang dipasarkan sebagai efedrin adalah (–)-(1R,2S)-ephedrine.
Yang menarik, dengan perbedaan stereokimia ini, efek dari efedrin dan
pseudoefedrin berbeda, di mana efedrin memiliki efek yang lebih poten,
termasuk juga efek samping yang lebih besar daripada pseudoefedrin.
Efedrin dan pseudoefedrin keduanya masih banyak dijumpai dalam komponen
obat selesma/obat flu yang ada di pasaran.
Dari struktur kimianya, efedrin merupakan suatu senyawa amina yang memiliki struktur kimia mirip dengan turunan metamfetamin dan amfetamin.
Dapat dikatakan, efedrin adalah suatu amfetamin yang tersubstitusi dan
merupakan analog struktural metamfetamin. Perbedaannya dengan
metamfetamin hanyalah adanya struktur hidroksil (OH). Kalian tau amfetamin kan? Amfetamin adalah sejenis stimulan sistem syaraf. Turunannya yaitu metilen dioksi metamfetamin (MDMA) yang sangat ngetop sebagai ecstasy, dan metamfetamin HCl atau shabu-shabu, merupakan obat yang sering disalahgunakan untuk nge-fly…
Karena itu, efedrin bahkan bisa menjadi bahan baku pembuatan ecstasy dengan mereaksikannya dengn suatu reduktor.
Bagaimana mekanisme aksi efedrin?
Ephedrine adalah amina simpatomimetik yang beraksi sebagai agonis reseptor adrenergik. Aksi utamanya adalah pada beta-adrenergik reseptor, yang merupakan bagian dari sistem saraf simpatik. Efedrin memiliki dua mekanisme aksi utama. Pertama, efedrin mengaktifkan α-reseptor dan β-reseptor pasca-sinaptik terhadap noradrenalin secara tidak selektif. Kedua, efedrin juga dapat meningkatkan pelepasan dopamin dan serotonin dari ujung saraf.
Dengan mekanisme tersebut, efedrin digunakan untuk beberapa indikasi. Pertama, efedrin dapat digunakan untuk obat asma, sebagai bronkodilator (pelega saluran nafas) karena ia bisa mengaktifkan reseptor beta adrenergik
yang ada di saluran nafas. Pengobatan asma tradisional atau jaman dulu
masih banyak menggunakan efedrin dalam racikannya, namun obat ini mulai
banyak ditinggalkan karena efek sampingnya yang cukup besar. Sifatnya
yang tidak selektif di mana dapat mengaktifkan reseptor alfa adrenergik pada pembuluh darah perifer dapat menyebabkan efek vasokonstriksi atau penciutan pembuluh darah, yang bisa berakibat naiknya tekanan darah.
Namun di sisi lain, efeknya sebagai vasokonstriktor ini juga digunakan sebagai mekanisme obat dekongestan
(melegakan hidung tersumbat). Diketahui, ketika hidung tersumbat,
terjadi pelebaran pembuluh darah pada pembuluh2 kapiler sekitar hidung.
Karena itu, efedrin yang bersifat menciutkan pembuluh darah bisa berefek
melegakan hidung tersumbat. Hal yang sama terjadi pada pseudo-efedrin.
Namun karena pertimbangan keamanan, efedrin sudah jarang dipakai dalam
komponen obat flu sebagai pelega hidung tersumbat. Sebaliknya, yang
banyak digunakan adalah pseudoefedrin. Mekanisme aksi pseudoefedrin
mirip efedrin, tapi aktivitasnya pada beta-adrenergik lebih lemah.
Pseudoefedrin menunjukkan selektivitas yang lebih besar untuk reseptor adrenergik alfa
yang terdapat pada mukosa hidung dan afinitas rendah pada reseptor
adrenergik yang ada di sistem saraf pusat ketimbang efedrin.
Mengapa efedrin sering disalahgunakan?
Seperti yang disampaikan dalam request tentang tulisan ini
di atas, efedrin berisiko untuk disalah gunakan. Mengapa? Hal ini
nampaknya terkait dengan mekanisme kedua, yaitu meningkatkan pelepasan dopamin dan serotonin. Dopamin diketahui merupakan neurotransmitter yang terlibat dalam “system reward”
di otak yang menyebabkan rasa senang dan ingin mengulang berkali-kali
sehingga menjadi efek ketagihan. Sedangkan serotonin juga termasuk
neurotransmiter yang terlibat dalam “mood’ seseorang dan bisa membantu
meningkatkan suasana hati. Dengan strukturnya yang mirip amfetamin dan
metamfetamin, mudah diduga ia memiliki efek yang mirip juga sebagai
stimulan walaupun berbeda kekuatannya. Efedrin banyak digunakan untuk
pesta “napza” karena ia lebih murah dan dapat diperoleh dengan mudah di
apotek. Seperti halnya amfetamin, efedrin juga bisa digunakan sebagai
“doping” bagi atlet atau mereka yang memerlukan kerja fisik yang berat
dan butuh kewaspadaan. Jika dipakai terus menerus, efedrin bisa
menyebabkan efek ketergantungan.
Penggunaan efedrin yang lain?
Ternyata efedrin sering juga digunakan sebagai obat pelangsing. Kalian bisa dengan mudah mendapatkan iklan efedrin di internet sebagai obat pelangsing atau untuk body builder. Hal ini karena ia juga memiliki efek termogenik. Beberapa efek yang mendukung efedrin sebagai pelangsing adalah bahwa ia bisa meningkatkan kecepatan yang terkait dengan lipolisis (pemecahan lemak). Kedua, efedrin merupakan penekan nafsu makan, sehingga ideal untuk seseorang yang sedang diet. Ketiga,
efek stimulan sarafnya menyebabkan orang merasa memiliki lebih banyak
energi, sehingga walaupun asupan kalori kurang maupun banyak olahraga,
mereka tidak merasa lelah. Sebagai termogenik, efedrin digunakan dalam
dosis 25-50 mg sehari, jauh lebih besar daripada yang
digunakan sebagai dekongestan (di Canada, efedrin tersedia sebagai
dekongestan dg kemasan tablet 8 mg). Perlu diingat, bahwa hal ini bisa
meningkatkan risiko efek samping, terutama peningkatan tekanan darah.
Apa kemungkinan Efek Sampingnya?
Di samping manfaatnya, tentu saja efedrin tidak bebas dari efek
samping. Karena itulah obat ini sudah tidak terlalu banyak digunakan
lagi, kecuali oleh dokter-dokter yang masih mendasarkan peresepannya
pada pengetahuannya di masa lalu. Beberapa kemungkinan efek sampingnya
antara lain adalah: kecemasan, gemetar, pusing, Sakit kepala ringan,
gastrointestinal distress (misalnya kram perut), insomnia, denyut
jantung tidak teratur, jantung berdebar-debar, peningkatan tekanan
darah, stroke, kejang, psikosis, lekas marah dan agresi.
Dengan demikian, efedrin tidak boleh digunakan oleh siapa saja dengan
penyakit jantung, tekanan darah tinggi, riwayat penyakit jantung dari
setiap jenis, penyakit kardiovaskular stroke atau lainnya, depresi,
kecemasan, bipolar, asidosis metabolik, diabetes mellitus atau jika
salah satu efek samping tercantum di atas terjadi secara berulang.
Sumber : Zuliesekawati.wordpress..com
Komentar
Posting Komentar