Ada
yang belum pernah merasakan nyeri ? Pasti semua orang sudah pernah
merasakan nyeri. Bisa sakit kepala, nyeri haid, nyeri punggung,
rematik, dan lain-lain, sampai nyeri yang berat, seperti nyeri kanker,
nyeri pasca operasi, dll. Obat anti nyeri itu namanya analgesik.
Analgesik apa yang biasanya Anda gunakan ketika nyeri? Parasetamol, aspirin, antalgin, asam mefenamat, piroksikam, meloksikam, ibuprofen, diklofenak, ketorolak,
atau yang lain? Untuk nyeri ringan sampai sedang, kita bisa
menggunakan obat-obat analgesik (pereda) nyeri tanpa resep. Untuk
nyeri berat tentu memerlukan analgesik yang lebih kuat seperti
analgesik golongan narkotik yang harus diperoleh dengan resep dokter.
Obat analgesik mudah diperoleh di mana-mana, sampai ke warung-warung
kecil di sekitar kita. Kelihatannya hanya obat sepele, tetapi jika
pemilihan tidak tepat, bisa-bisa malah mendapat masalah yang tidak
diinginkan.
Seorang mahasiwa prof zullies pernah berkonsultasi tentang pengalamannya menggunakan obat anti nyeri natrium diklofenak setelah dia terkena cedera sehabis olahraga. Dia mengalami reaksi obat yang disebut Stevens-Johnson syndrome,
yaitu reaksi alergi berat yang ditandai dengan melepuh dan
membengkaknya selaput mukosa di rongga mulut, kulit kemerahan, demam,
dan beberapa gejala lain. Ini memang reaksi alergi yang sulit
diprediksi sebelumnya. prof zullies hanya menyarankan bahwa setelah
tahu dia ternyata hipersensitif terhadap golongan obat ini, maka dia
harus hati-hati untuk memilih obat analgesik, jangan menggunakan obat
sejenis apapun merk-nya.
Apakah ada efek samping obat AINS yang bisa diprediksi atau
lebih sering kejadiannya sehingga kita bisa menghindari penggunaannya?
Ya, ada. Obat-obat golongan anti inflamasi non-steroid (AINS) seperti yang disebut di atas umumnya memiliki efek samping pada lambung. Seorang sejawat menceritakan bahwa setelah menggunakan piroksikam, lambungnya terasa perih.
Mengapa obat AINS menyebabkan gangguan lambung?
Obat-obat AINS bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin.
Prostaglandin sendiri adalah suatu senyawa dalam tubuh yang merupakan
mediator nyeri dan radang/inflamasi. Ia terbentuk dari asam arakidonat pada sel-sel tubuh dengan bantuan enzim cyclooxygenase (COX). Dengan penghambatan pada enzim COX, maka prostaglandin tidak terbentuk, dan nyeri atau radang pun reda.
Tapi kawan,….. ternyata COX ini ada dua jenis, yaitu disebut COX-1 dan COX-2.
COX-1 ini selalu ada dalam tubuh kita secara normal, untuk membentuk
prostaglandin yang dibutuhkan untuk proses-proses normal tubuh, antara
lain memberikan efek perlindungan terhadap mukosa lambung.
Sedangkan COX-2, adalah enzim yang terbentuk hanya pada saat terjadi
peradangan/cedera, yang menghasilkan prostaglandin yang menjadi mediator
nyeri/radang. Jadi, sebenarnya yang perlu dihambat hanyalah COX-2
saja yang berperan dalam peradangan, sedangkan COX-1 mestinya tetap
dipertahankan. Tapi masalahnya, obat-obat AINS ini bekerja secara tidak selektif.
Ia bisa menghambat COX-1 dan COX-2 sekaligus. Jadi ia bisa menghambat
pembentukan prostaglandin pada peradangan, tetapi juga menghambat
prostaglandin yang dibutuhkan untuk melindungi mukosa lambung.
Akibatnya? Lambung jadi terganggu….
Bagaimana pengatasannya?
Untuk mengatasi efek obat AINS terhadap lambung, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, sebaiknya digunakan setelah makan untuk mengurangi efeknya terhadap lambung. Kedua, obat
golongan AINS umumnya dalam bentuk bersalut selaput yang bertujuan
mengurangi efeknya pada lambung, maka JANGAN DIGERUS atau DIKUNYAH. Ketiga,
jika memang menyebabkan lambung perih atau sudah ada riwayat maag atau
gangguan lambung sebelumnya, bisa diiringi penggunaannya dengan
obat-obat yang menjaga lambung seperti antasid, golongan H2 bloker seperti simetidin atau ranitidin, golongan penghambat pompa proton seperti omeprazol atau lansoprazol, atau dengan sukralfat.
Kekuatan efek samping obat ini terhadap lambung berbeda-beda antar
satu obat dengan yang lain, maka pilihlah yang efeknya terhadap lambung
paling kecil. Adapun urutannya dari yang paling berisiko pada
beberapa obat AINS terhadap lambung adalah sebagai berikut :
NSAID | Relative risk of GI complications |
Indomethacin | 2.25 |
Naproxen | 1.83 |
Diclofenac | 1.73 |
Piroxicam | 1.66 |
Tenoxicam | 1.43 |
Meloxicam | 1.24 |
Ibuprofen | 1.19 |
Tapi sebaiknya, mereka yang sudah punya riwayat gangguan lambung
menghindari penggunaan obat-obat AINS ini. Alternatif yang paling aman
adalah parasetamol atau asetaminofen. Obat ini tersedia dalam berbagai merk.
Mengapa parasetamol relatif aman terhadap lambung?
Parasetamol termasuk obat lama yang bertahan lama sebagai analgesik,
karena relatif aman terhadap lambung. Juga merupakan analgesik pilihan
untuk anak-anak maupun ibu hamil/menyusui. Mengapa ia sedikit beda
dengan teman-temannya sesama pereda nyeri?
Ya, parasetamol memiliki sedikit perbedaan dalam target aksi
obatnya. Parasetamol tidak berefek sebagai anti radang, tetapi lebih
sebagai analgesik dan anti piretik (obat turun panas). Ternyata, selain
COX-1 dan COX-2, ada pula COX-3. Ada peneliti yang
menyatakan bahwa COX-3 adalah varian dari COX-1, yang terdistribusi di
sistem saraf pusat. Dengan penghambatan terhadap COX-3 di otak/sistem
saraf pusat, maka efeknya lebih terpusat dan tidak menyebabkan gangguan
pada lambung. Maka buat mereka yang punya gangguan lambung,
parasetamol adalah pilihan yang aman.
Tapi bukan berarti parasetamol tidak punya efek samping loo….. Efek samping parasetamol larinya ke liver/hati.
Ia bersifat toksik di hati jika digunakan dalam dosis besar. Karena
itu, dosis maksimal penggunaan parasetamol adalah 4 gram/sehari atau 8
tablet @ 500 mg/sehari. Melebihi itu, akan berisiko terhadap hati.
Efek samping AINS terhadap asma
Selain berefek samping terhadap lambung, AINS juga sering
disebut-sebut bisa memicu kekambuhan asma buat mereka yang sudah punya
riwayat asma. Bahkan cukup banyak pula penderita asma yang sensitif
terhadap aspirin, yang terpicu kekambuhan asmanya jika
minum aspirin. Kok bisa ya? Tidak begitu pasti penyebabnya, tetapi
diduga hal ini berkaitan dengan dampak dari penghambatan terhadap enzim
COX. Penghambatan terhadap COX akan mengarahkan metabolisme asam
arakidonat ke arah jalur lipoksigenase yang menghasilkan leukotrien. Leukotrien sendiri adalah suatu senyawa yang memicu penyempitan saluran nafas (bronkokonstriksi).
Karena itu, penderita dengan riwayat asma juga harus hati-hati
menggunakan obat-obat AINS. Alternatif paling aman ya kembali ke
parasetamol.
Apa alternatif lainnya?
Setelah mengetahui bahwa enzim COX yang lebih berperan dalam
peradangan adalah COX-2, bukan COX-1, maka para ahli berpikir untuk
membuat obat yang khusus menghambat COX-2 saja. Maka muncullah
obat-obat coxib, yaitu celecoxib, rofecoxib, valdecoxib,
dll. Obat-obat ini sangat laris ketika pertama kali dimunculkan,
karena memenuhi harapan sebagian besar pasien yang harus mengkonsumsi
AINS dalam jangka waktu lama, tapi terhindar dari efek terhadap
lambung.
Apakah obat ini bebas dari efek samping?
Hm…. ternyata tidak juga tuh. Beberapa tahun setelah diluncurkan di
pasar, mulai ada laporan-laporan kejadian efek samping gangguan
kardiovaskular pada penggunaan obat-obat ini, yaitu terjadinya gangguan
jantung iskemi atau stroke iskemi. Mengapa bisa terjadi?
Ternyata penghambatan secara selektif terhadap COX-2 juga
memunculkan masalah lain. Diketahui bahwa selain prostaglandin, COX-1
juga mengkatalisis pembentukan tromboksan A2, suatu senyawa dalam tubuh yang berperan dalam pembekuan darah dan bersifat vasokonstriktor (menyebabkan
penyempitan pembuluh darah). Ketika COX-1 dibiarkan tidak terhambat,
maka pembentukan tromboksan jalan terus, dan ini ternyata dapat
menyebabkan meningkatnya risiko terbentuknya gumpalan-gumpalan darah
kecil (blood clots) yang dapat menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah. Jadilah gangguan kardiovaskuler seperti yang disebutkan di atas.
Karena itu, VIOXX (rofecoxib) yang sudah beredar di pasar,
pada tahun 2004 ditarik lagi dari peredaran oleh produsennya. Sementara
itu, celecoxib (Celebrex) tetap masih boleh beredar tetapi perlu ada
pelabelan ulang pada kemasannya, di mana perlu dinyatakan bahwa obat
ini harus digunakan secara hati-hati oleh mereka yang memiliki riwayat
gangguan kardiovaskuler.
Begitulah….. ternyata walaupun “cuma” mencari obat penghilang sakit,
juga perlu ada ilmunya. Dan perlu diingat, sebaiknya obat penghilang
sakit ini digunakan hanya jika perlu saja, karena obat-obat ini
sifatnya adalah simtomatik, atau menghilangkan gejala. Jika penyebab
sakitnya sendiri belum hilang, maka nyeri masih mungkin akan muncul
kembali. Jadi misalnya sakit kepala karena banyak hutang,… maka
segeralah bayar hutangnya…… analgesik tidak bisa menyelesaikan masalah
Anda.
Oke, demikianlah sekilas info.. Kalau masih bingung dalam memilih
obat analgesik, belilah di Apotek, dan carilah Apotekernya untuk
berkonsultasi…
Semoga bermanfaat…
sumber : Zulliesekawati.wordpress.com
Komentar
Posting Komentar